Jakarta | Jabarinaja.com — Di tengah arus literasi populer yang dipenuhi kisah cinta dan drama urban, sebuah novel berjudul “Ketika Langit Menyapa Bumi” karya Dewa Aditya muncul sebagai kejutan besar dalam dunia sastra Indonesia 2025.
Dengan keberanian mengangkat tema distopia religius, novel ini menawarkan perpaduan yang belum pernah dieksplorasi secara mendalam sebelumnya—menggabungkan mitologi Jawa, ilmu pengetahuan modern, dan refleksi spiritualitas Islam dalam latar dunia masa depan yang sarat kekacauan.
📖 Cerita yang Menggugah dan Menggetarkan
Bersetting di tahun 2134, ketika bumi telah kehilangan harmoni karena keserakahan manusia dan teknologi yang tak terkendali, muncul sosok misterius bernama Langit, seorang pengembara spiritual yang memiliki kemampuan membaca tanda-tanda ilahi lewat langit malam. Ia bertemu Alya, seorang ilmuwan perempuan yang kehilangan imannya. Keduanya kemudian menjelajahi reruntuhan peradaban Jawa kuno, mencari “kitab langit” yang dipercaya bisa mengembalikan keseimbangan antara sains dan ruhani.
🪐 Filsafat, Fiksi, dan Spiritualitas
Pembaca akan menemukan kedalaman dalam setiap dialog dan simbol yang disajikan Dewa Aditya. Bukan hanya sebuah kisah petualangan, novel ini juga menjadi meditasi panjang tentang eksistensi, dosa kolektif umat manusia, dan harapan. Banyak pembaca menyebutnya sebagai “Ayat-Ayat Cinta versi futuristik dengan nuansa Pramoedya dan Dan Brown yang berpadu”.
📚 Respon Pembaca dan Kritikus
Dinobatkan sebagai salah satu Novel Terbaik 2025 versi Festival Buku Nasional, Ketika Langit Menyapa Bumi mendapat rating 4.8/5 di Goodreads Indonesia. Tagar #LangitMenyapaBumi sempat viral karena banyak pembaca yang membagikan kutipan-kutipan reflektifnya.
“Ini bukan sekadar bacaan, tapi perjalanan ruhani yang dibalut fiksi ilmiah.” – komentar salah satu pembaca di media sosial.
Dengan gaya narasi puitis dan konten yang sarat makna, novel ini berhasil menjembatani pembaca lintas usia dan latar belakang. Ia tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak berpikir dan merenung.